Listrik Sering Mati, Rektor Unsrat Curhat ke Komisi X
Tim Kunjungan Kerja (Kunker) Komisi X menerima pengaduan tentang kerapnya aliran listrik mati di area Kampus Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado, Sulawesi Utara. Kondisi ini jelas menggangu kegiatan perkuliahan bahkan dampak lebih jauh merusak sejumlah riset yang sedang berlangsung di laboratorium kampus.
“Masalah mati listrik ini akan kami perhatikan. Saya bisa bayangkan misalnya laboratorium biologi yang sedang meneliti pembiakan sel menggunakan alat pendingin untuk mendapatkan suhu tertentu, ternyata karena mati listrik tak berfungsi dengan semestinya, maka wassalam, gagal sudah penelitian itu. Ini sangat memprihatinkan," kata Ketua Tim Kunker Abdul Kharis Almasyhari dalam pertemuan di aula universitas, Senin (2/11/15).
Tim kunker dalam kesempatan itu juga merasakan perjuangan civitas akademika naik tangga sampai ke lantai empat karena fasilitas elevator yang tersedia, rusak karena seringnya mati hidup listrik di kampus yang menjadi pilihan bagi masyarakat di kawasan Indonesia Timur ini.
Pemadaman listrik yang dialami 2-3 jam tiap harinya ini hanya sebagian kecil dari permasalahan yang diungkapkan oleh rektor dan para dekan Unsrat. Wakil Rektor Bidang IV Sangkertadi memaparkan secara posisi Unsrat adalah universitas negeri yang berada di perbatasan dengan akreditasi B dan belum ISO. Ia juga memaparkan fakta semakin banyak yang memilih kuliah di negara jiran Filipina daripada perguruan tinggi negeri sendiri.
"Masalah pembiayaan operasional pendidikan bagi kami di Indonesia bagian timur ini berat sekali. Kami menerima mahasiswa dari Papua, Maluku, yang berasal dari SMA yg keadaannya masih membutuhkan penyesuaian, matrikulasi pelajaran tambahan, uangnya dari mana, kami sudah di pinggir, janganlah dipinggirkan lagi." ujar Sangkertadi.
Dijelaskannya pula UKT (Uang Kuliah Tunggal) persemester tidak sampai 3 juta rupiah seharusnya mendapatkan BOPTN (Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri) yang besar. Tetapi BOPTN yang didapat saat ini sejumlah 17 milyar masih sangat kecil. Sehingga pembangunan Unsrat dapat dikatakan berjalan lamban. Fasilitas olahraga, laboratorium dan sebagainya yang minim menjadikan Unsrat masih belum mampu berakreditasi A.
Permasalahan lain yang dihadapi adalah Unsrat hanya memiliki 4 orang profesor. "Beberapa dari kami sudah 4-5 tahun lulus doktor tapi untuk mendapatkan profesor itu sangat sulit, karena standar yang diberikan oleh LIPI itu sangat sulit." ungkapnya lagi.
Menanggapi hal tersebut, Kharis yang juga Wakil Ketua Komisi X menjelaskan telah meminta majelis rektor Indonesia untuk menyusun BOPTN seperti apa yang diinginkan. "Jadi kami menentukan variabel apa yang dimasukkan, hingga tercapai kesepakatan apa yang dibutuhkan PTN adalah 5,7 triliun, dimana pembahasan APBN kemarin baru disepakati,” jelasnya.
Mengenai SDM dan kurangnya Profesor, politisi FPKS ini berpendapat seharusnya sudah tidak menjadi masalah lagi, karena penelitian di Indonesia ini cukup bagus dan serapan anggarannya sebenarnya masih sedikit.
"Jadi risetnya saja yang perlu ditingkatkan, ditambah harus diadakan kerjasama antara Sam Ratulangi dengan perguruan tinggi yang ternama di pulau Jawa maupun Sulawesi, Unhas misalnya semacam pembimbingan agar mereka bisa menghasilkan jurnal-jurnal yang dipublikasikan internasional terindeks scopus sebagaimana yang disarankan Kementerian Pendidikan Tinggi." imbuh Kharis. (ray) foto:ry/parle/ray